Kupang, NTT – Hal tersebut disampaikan Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja, dan Kesehatan Olahraga, Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Isbandrio. “Sampai dengan saat ini kami catat ada sekitar 125 ribu KK di NTT yang belum memiliki akses sanitasi yang bagus, sehingga banyak masyarakat yang buang air besar (BAB) sembarangan (BABS),” kata Isbandrio. Hal tersebut disampaikannya di sela-sela acara Workshop Pembiayaan Air Minum dan Sanitasi yang menghadirkan Lembaga Jasa Keuangan di NTT, di Hotel On The Rock, Kamis (24/10).
Isbandrio menambahkan, jumlah tersebut mengalami penurunan jika dibandingan dengan tahun 2018 yang jumlahnya kurang lebih mencapai 200 ribuan KK di provinsi berbasis kepulauan itu. Semakin menurunnya jumlah kepala keluarga yang tak memiliki akses terhadap akses sanitasi menurut dia membuktikan bahwa program pemicuan yang dilakukan oleh Dinkes NTT berjalan dengan baik dan lancar.
“Pemicuan yang kita lakukan itu adalah memberikan sosialisasi soal bahaya BABS, yang dapat mengakibatkan diare dan berujung pada kematian,” tutur dia. Selain itu juga pemicuan lainnya adalah lebih pada pemicuan untuk menumbuhkan rasa malu dan khawatir kalau buang air besar sembarangan.
Ia berharap pada tahun 2020 nanti jumlah kasus minimnya akses sanitasi ini semakin berkurang dan turun hingga 100 persen. Namun ia meyakini tidak bisa semuanya langsung tidak BABS.
“Semoga di tahun 2020 bisa terpicu semua. Tetapi agar prilakunya berubah menuju stop BAB sembarangan itu juga masih tergantung pada perhatian dari pemda baik desa dan masyarakat agar tidak lagi melakukan hal yang bisa merugikan banyak pihak,” ucapnya.
Ia juga berharap dengan adanya workshop soal air minum dan sanitasi dan ajakan dari lembaga water.org kepada lembaga keuangan untuk bantuan peminjaman dana bagi masyarakat untuk pembiayaan pembangunan sarana air minum dan sanitasi.
Dalam workshop itu juga menampilkan pembicara di antaranya Provincial Coordinator ROMS XI Pamsimas Provinsi NTT, Tatang Uba Lakonawa, dalam menyampaikan paparan “Potensi dan Peluang untuk Pembiayaan Kredit Mikro Air Minum dan Sanitasi melalui Lembaga Jasa Keuangan” yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pembicara lain adalah Senior Program Manager Water.org Aldi Surianingrat yang mengenalkan lembaga Water.org serta perannya dalam kegiatan ini. Dari Otoritas Jasa Keuangan tampil sebagai pembicara Wakil Kepala OJK Perwakilan NTT, I Wayan Sadnyana.
I Wayan Sadnyana mengatakan, air minum dan sanitasi adalah dua hal yang harus segera ditingkatkan. Untuk itu, sangat tidak mudah jika dilakukan satu pihak saja, butuh dukungan semua pihak.
“Untuk itu, lembaga keuangan diminta untuk bisa menyalurkan bantuan dalam bentuk kredit atau pembiayaan pada sektor ini. Selama ini, penyaluran masih sangat kecil, diharapkan ke depannya bisa lebih besar lagi,” ujarnya.
Sementara Senior Program Manager Water.org, Aldi Surianingrat mengatakan, pemerintah menargetakan hingga akhir 2020 akan terbentuk 27.000 Kelompok Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (KPSPMAS) di tingkat desa yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. KPSPAMS merupakan kelembagaan masyarakat yang dibentuk untuk mengelola sarana hasil program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas), yang bertujuan meningkatkan akses air minum dan jamban sehat masyarakat perdesaan. Di NTT sendiri hingga September 2019, telah terbentuk sebanyak 1.508 KPSPAMS tingkat desa di 22 Kabupaten/Kota di NTT.
Tatang menambahkan, program Pamsimas di NTT dimulai sejak tahun 2008. Dari 3.354 desa yang ada di NTT, sebanyak 1.836 desa (54,7%) diintervensi melalui program Pamsimas, dan memberikan tambahan akses air minum bagi 1,3 juta jiwa. (Tatang Uba Lakonawa-PC NTT/Hartono Karyatin-Media Sp PAMSIMAS)