Tana Toraja, Sulsel – Memiliki topografi gugusan pegunungan dan hamparan bukit eksotis dipadu dengan hamparan hijaunya alam yang memanjakan mata, menjadi keunikan dan daya tarik tersendiri Tana Toraja yang terkenal dengan keindahan alamnya dan keragaman budayanya.
Namun dibalik keindahan yang menjadi ciri khas daerah perbukitan itu, siapa sangka memberikan dampak permasalahan yang kompleks, yaitu sulitnya akses air bersih khususnya untuk daerah-daerah yang berada di ketinggian. Krisis air bersih tiap musim kemarau melanda sejumlah desa di Kabupaten Tana Toraja. Salah satunya adalah Desa/’Lembang’ Buntu Datu Kecamatan Mengkendek Kabupaten Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan. Masyarakat di wilayah pegunungan ini harus berjuang ekstra keras hanya untuk mendapatkan akses air bersih.
Buntudatu dalam bahasa Toraja terdiri dari dua suku kata yaitu: Buntu dan Datu, yang berarti ‘Buntu’ adalah gunung atau bukit dan ‘Datu’ berarti ’Puang’ atau Raja. Jadi Buntudatu berarti gunung atau bukit (tempat bermukim) ‘Puang’ atau Raja.
Untuk mendapatkan air bersih, apalagi pada musim kemarau, masyarakat Lembang Buntu Datu harus rela merogoh kocek dalam-dalam. Sebagaimana dituturkan Kepala Desa/’Lembang’ Buntu Datu terkait kesulitan air yang dialaminya dan warga desa pada umumnya, dua tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya.
“Dulu, kami benar-benar menderita karena kesulitan air bersih. Kalaupun ada sedikit air dari mata air namun tidak mencukupi, terlebih musim kemarau. Kami harus merogoh kocek untuk beli air dari mobil yang datang ke desa seharga Rp 100.000 per tangki/tandom, itupun hanya mencukupi untuk kebutuhan hidup selama tiga hari. Kami betul-betul harus irit, apalagi untuk keperluan mandi dan BAB,” tutur Dahlan Udding Biri yang baru setahun menjabat sebagai Kades Lembang Buntu Datu saat ditemui di Balai Desa, Desember 2020.
Kerinduan masyarakat Lembang Buntu Datu untuk kemudahan mendapatkan air bersambut dengan masuknya program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) ke Desa Buntu Datu pada tahun 2018. Mereka mendapatkan bantuan APBN dengan nilai BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) Rp 245 juta untuk membangun sistem penyediaan air minum (SPAM) perdesaan.
Bantuan APBN sebesar Rp 245 juta dirasa tidak mencukupi untuk mewujudkan SPAM desa dengan opsi grafitasi dimana sumber air berada cukup jauh, melintasi desa seberang dan hutan serta menembus enam bukit sepanjang. Setidaknya dibutuhkan jaringan pipa sepanjang ± 13 Km untuk mengalirkan air dari sumber air ke permukiman warga. Dahlan yang saat pembangunan Pamsimas masih menjabat sebagai Koordinator KKM (Kelompok Keswadayaan Masyarakat) ‘Berkah Bukit Sinaji’ sempat berfikir untuk mencari sumber air lain. Akhirnya setelah dilakukan rembuk KKM bahkan sampai tujuh kali pertemuan, dicapailah kesepakatan untuk menanam jalur pipa melintasi gugusan bukit Sinaji yang terletak di Desa Uluwaei hingga ke Desa Buntu Datu.
Keinginan untuk mewujudkan SPAM desa mendapakan kemudahan dengan tambahan biaya dari APBDes dan kontribusi masyarakat (tunai), sehingga total terkumpul dana Rp 517,83 juta (termasuk dari BLM APBN). Dana tersebut diwujudkan untuk membangun bak penangkap mata air (PMA) dan reservoir serta jaringan pipa sepanjang 10.044 Meter.
Pekerjaan pembangunan bak PMA dan pemasangan pipa dilaksanakan secara gotong royong, melibatkan laki-laki dan emak-emak. Pukul 6 pagi warga berangkat ke lokasi dengan berjalan kaki menyusuri hutan, bukit dan lembah selama 4 jam untuk sampai lokasi sumber air. Material dipikul bersama, untuk memudahkan pekerjaan masyarakat membagi tim kerja per dusun sekitar 20 orang/tim, dibagi di 4 dusun. Mereka membawa bekal makan dan minuman serta tenda.
“Saya undang semua warga berdiri berjejer sepanjang satu kilometer, bahkan banyak warga yang marah karena tidak mendapat bagian untuk kerja. Seperti mimpi, tidak pernah terbayangkan bahwa pekerjaan bisa selesai. Kami menangis haru saat air sudah tiba di desa. Hingga hari ini, kami bersyukur tiada henti, perjuangan menyusuri hutan, lembah dan bukit menembus cadas dan melintas sungai dengan melibatkan puluhan hingga ratusan orang, setelah melalui perjuangan yang berat akhirnya berbuah manis. Masyarakat Lembang Buntu Datu saat ini sudah bisa mendapatkan layanan air bersih yang sangat bermanfaat bagi warga desa,” kenang Dahlan dengan mata berkaca-kaca.
Dua tahun sudah berlalu sejak air Pamsimas masuk Desa Buntu Datu pada 9 Desember 2018. Dahlan tetap semangat dan ingin terus meningkatkan pelayanan air minum bagi warga desa, lebih-lebih sejak 2019 ia mendapat kepercayaan warga menjadi Kepala Desa Buntu Datu.
Sarana air minum Pamsimas tersebut saat ini dikelola oleh KPSPAMS. Sudah ada 231 Sambungan Rumah (SR) dan akan terus ditingkatkan hingga menjangkau seluruh warga desa. Untuk mendukung biaya operasional dan pemeliharaan, kepada masyarakat pemanfaat dikenakan tarif air sebesar Rp 15.000/KK. Dengan saldo kas sebesar Rp 16 juta, KPSPAMS berencana membeli mesin penyambung pipa. Bersyukur tahun 2020 Desa Buntu Datu mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 1,1 M yang akan dimanfaatkan menambah jaringan pipa dan sambungan rumah untuk meningkatkan pelayanan air minum.
Seberat apapun pekerjaan bila dilakukan dengan bekerjasama akan menjadi ringan dan cepat selesai. Dengan bekerja sama dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dan dapat mempererat tali persaudaraan. Kerja sama dapat memupuk rasa sosial dan menciptakan kepedulian terhadap sesama. Yang ditunjukkan warga Lembang Buntu Datu merupakan wujud kearifan lokal yang patut dibanggakan dan menjadi tradisi turun-temurun di Tana Toraja.
Seperti kata pepatah kuno Tana Toraja, “Misa kada dipotua, pantan kada dipomate,” yang artinya satu pendapat membuat kita hidup, banyak ego pendapat pribadi membuat kita mati.” Pepatah tersebut mengajak kita semua untuk senantiasa bersatu dalam menghadapi berbagai macam masalah. (Alaudin Latief-LGS Sulsel/Hartono Karyatin-Media Sp PAMSIMAS).