Tambrauw, Papua Barat Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) di Kampung Tabamsere Distrik Wilhem Rombaut Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat tahun anggran 2020 sudah memasuki fase pembangunan infrastruktur.

Pepatah mengatakan, lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya; di setiap daerah mempunyai adat istiadat yang berbeda.  Adat istiadat merupakan sikap dan cara serta perilaku seseorang yang diikuti oleh orang lain dalam jangka waktu yang cukup lama. Adat istiadat merupakan cerminan jiwa dan kepribadian suatu masyarakat. Indonesia merupakan suatu negara dengan keanekaragaman budaya yang tersebar di berbagai daerah di seluruh penjuru Nusantara, maka tidak heran jika negara mempunyai beragam adat istiadat suku bangsa yang sangat bervariasi. Masing-masing daerah di seluruh Indonesia memiliki kearifan lokal dan nilai-nilai luhur yang senantiasa dijaga, dipelihara, dan dilestarikan.

Salah satu prosesi adat ditunjukkan Suku Miyah yang tinggal di Kampung Tabamsere Distrik Wilhem Rombaut Kabupaten Tambrauw. Sebelum memulai suatu kegiatan pembangunan seperti membangun rumah, kantor dan fasilitas umum lainnya, terlebih dulu dilakukan prosesi upacara adat.  Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Tabamsere apabila tidak dilakukan prosesi adat maka warga yang tinggal di kampung tersebut akan terkena sial, demikian juga dengan para pekerja dan orang-orang terlibat dalam proses pembangunan. Upacara adat merupakan bentuk permohonan kepada Tuhan dan para leluhur agar diberikan keselamatan dan kemudahan dalam bekerja.

Upacara prosesi adat ini juga dilakukan pada saat dimulainya konstruksi pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) perdeesaan melalui program Pamsimas, yaitu saat dilakukan peletakan batu pertama pembangunan Penangkap Mata Air (PMA) di Kampung Tabamsere, Senin (24/08).

Upacara adat dipimpin secara langsung Kepala Kampung Tabamsere, Oktavina. Wanita yang merupakan kepala kampung ini mengatakan, pada saat akan dilakukan pembangunan pembangunan rumah baru, kantor desa, dan lainnya, atau kedatangan tamu-tamu besar, biasanya akan dilakukan upacara adat untuk meminta keselamatan dan kemudahan kepada Tuhan dan para leluhur agar terhindar dari kesialan.  “Hal yang sama juga kami lakukan saat akan memulai pembangunan sarana air minum melalui program Pamsimas ini,” tutur Oktavina.

Sedangkan untuk prosesi adat dipimpin oleh Nenek Afra Baru yang merupakan sesepuh atau Tetua di Kampung Tabamsere. Prosesi adat dilakukan dimana seluruh warga asli Kampung Tabamsere mengenakan baju adat Suku Miyah dengan membawa kain Timor sebagai media penting dan sakral dalam upacara adat. Mereka berkumpul di satu titik lalu berjalan bersama-sama menuju lokasi yang akan dibangun Penangkap Mata Air (PMA).  Kain Timor dibentangkan dan semua yang hadir dalam upacara tersebut harus memegang kain Timor sambil dibacakan mantra oleh kepala suku setempat.  Dalam posisi kain dibentangkan lalu dibawa dan diletakkan di tempat jemuran yang dibuat khusus. Upacara adat dianggap selesai setelah kain Timor dijemur selama 15-30 menit. Prosesi adat seperti ini juga sering dilakukan warga Kampung Tabamsere untuk menjemput tamu-tamu kehormatan.

Upacara adat seperti ini sudah berjalan secara turun temurun dari nenek moyang mereka sehingga perlu dijaga dan dipelihara agar kelak dapat diwariskan kepada anak cucu.  Upacara adat merupakan bentuk rasa syukur dan merupakan persembahan untuk para leluhur yang telah menjaga warga kampung dari musibah dalam bekerja dan beraktivitas di kampung.

“Semoga pembangunan sarana air minum dapat berjalan lancar, tidak ada rintangan, dan penduduk Kampung Tabamsere dapat menperoleh air untuk kehidupannya,” tutur Kepala Kampung Oktavina usai upacara adat. (Johan A RahmanDEAO Kab Tambrauw/Ed. Endang SR-NMC).